Tokoh & Sejarah

Benang Merah Hari Pahlawan 10 November dan Perjuangan Santri

AYATINA – Pada 10 November seluruh  rakyat Indonesia memperingati Hari Pahlawan Nasional. Hal ini untuk mengenang jasa-jasa hebat pahlawan terdahulu dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.

Perlu mengetahui bahwa dalam memperjuangkan kemerdekaan juga tidak terlepas dari andil santri dan ulama, para santri pun ikut dalam gerilya berkorban demi negara.

Jauh daripada itu seluruh rakyat Indonesia harus ikut serta dalam mempertahankan negara dan mencintai tanah air. Sebagaimana dalam Al-Qur’an menurut ahli tafsir kontemporer, Syaikh Muhammad Mahmud Al-Hijazi yakni dalam surat At-Taubah ayat 112:

وَما كانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Artinya: “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”

BACA JUGA: Peringatan Hari Santri 22 Oktober 2024, Ini Dia Sejarahnya

Hari santri dengan hari pahlawan pun memiliki keterkaitan atau benang merah secara historis dan hal ini bukan hanya karena kebetulan semata.

Melansir dari lampung.nu.or.id pada Selasa, 04 November 2024, sejarah adanya hari pahlawan 10 November ini tidak terlepas dari resolusi jihad pada 22 Oktober 1945 di kampung Bubutan, Surabaya.

Resolusi jihad merupakan sebuah fatwa yang berisi kewajiban berjihad dalam rangka ikut serta mempertahankan kemerdekaan indonesia dengan melawan seluruh penjajah yang masih ada di Indonesia.

Resolusi jihad dicetuskan oleh Kiai Haji Hasyim Asy’ari dengan bermula presiden pertama Indonesia yakni Ir. Soekarno mengirim utusan untuk menanyakan apakah hukum membela tanah air menurut pandangan Islam.

Setelah adanya pertanyaan itu, KH. Hasyim Asy’ari mengumpulkan segenap wakil dari cabang Nahdlatul Ulama seluruh Jawa dan Madura di Surabaya. Perkumpulan ini memiliki tujuan untuk merundingkan bagaimana hukum membela kemerdekaan.

Perundingan di Surabaya akhirnya menghasilkan Resolusi Jihad itu sendiri yang berisikan keputusan bahwa hukum dalam Islam. Yaitu bahwa melawan penjajah Netherlands Indies Civil Administration (NICA) hukumnya adalah fardu ‘ain (wajib per individu) dan yang meninggal dalam perang adalah syahid.

Berpuncak pada 10 November, seluruh santri dari Jawa dan Madura dalam jumlah ratusan tersebut akhirnya bertempur di Surabaya. Para pejuang sabilillah itu menggunakan bambu runcing dan benda tajam lainnya untuk memerangi penjajah.

Para santri dan tentara Indonesia yang berada dibawah kepemimpinan Bung Tomo berjibaku untuk berperang dengan sangat keras hingga pada titik darah penghabisan. Begitu luar biasa perjuangan para pahlawan kemerdekaan.

Peran ulama secara historis juga terlihat sesaat sebelum Bung Tomo melancarkan Pidato yang sangat masyhur, dirinya sowan kepada KH. Hasyim Asy’ari, kedatangan tersebut memiliki tujuan untuk meminta izin membacakan pidato hasil dari manifestasi resolusi jihad dan KH. Hasyim Asy’ari memberi saran untuk takbir pada akhir pidato. 

Santri dan pahlawan adalah satu kesatuan dalam historis sejarah. Hal ini karena di dalam barisan pahlawan ada santri dan para ulama, bersatu untuk mempertahankan Indonesia yang kemudian merdeka 17 Agustus 1945.

Runtutan sejarah ini, mengingatkan bahwa memang benar santri dan ulama benar ikut serta dalam mengisi perjuangan meraih Kemerdekaan RI. Sehingga bagian daripada santri dan ulama adalah seorang pahlawan yang patut mendapat penghormatan.

Demikian benang merah dari hari pahlawan dengan perjuangan santri yang berjuang untuk kemerdekaan Republik Indonesia. Semoga menambah rasa nasionalisme kita semuanya, aamiin.

Wallohu A’lam
Oleh Monyca

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *