Benarkah Orang Tua akan Menanggung Dosa Anaknya, Simak
AYATINA – Anak adalah sesuatu yang Allah subhanahu wa ta’ala amanahkan atau titipkan kepada para orang tua. Sebagai titipan dari Allah SWT, maka anak mesti dijaga dan dididik sesuai dengan ketentuan dan kehendak yang menitipkannya.
Muncul pertanyaan, apakah ketika anak melaksanakan ibadah, orang tua dapat pahalanya juga? Kemudian, jika anak bermaksiat, apakah orang tua dapat dosanya juga?
Artikel ini akan menjawab, bagaimana Islam menjelaskan perilaku seperti apa saja yang dilakukan oleh anak dan orang tua dapat juga pahala atau dosanya.
Rahasia Ganjaran dari Perilaku Anak sampai kepada Orang Tua
Seorang anak sejak masih kecil sudah mendapatkan pengajaran dari orang tuanya. Tidak mungkin anak yang masih kecil ditelantarkan dan lumrahnya di Indonesia ketika anak sudah cukup usianya disekolahkan serta dibiayai selama proses menuntut ilmunya.
Oleh karena itulah kebaikan yang dilakukan oleh anak kecil pahalanya selain tercatat bagi si anak dan juga mengalir kepada orang tuanya, hal ini karena pasti semua yang dilakukan anaknya tersebut merupakan ajaran dan didikan orang tuanya.
Dalil Pencatatan Amal
Keburukan yang dikerjakan oleh si anak tidak tercatat sama sekali kepada orang tuanya, hingga nanti ia baligh. Hal ini telah dijelaskan dalam kitab Kasyifatus Saja karya Syekh Nawawi Al-Bantani yaitu:
إذا قيل لك لم وجب على الصبي غرامة المتلفات وقد قال العلماء برفع القلم عنه، قلت الأقلام ثلاثة قلم الثواب وقلم العقاب وقلم المتلفات، فقلم الثواب مكتوب له، وقلم العقاب مرفوع عنه، وقلم المتلفات مكتوب عليه ومنها الدية ، وكذلك المجنون والنائم ، ألا أن قلم الثواب والعقاب مرفوعان عنهما، وأما القصاص والحد فلا يجبان عليهم لعدم التزامهم للأحكام، قال صلى الله عليه وسلم رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ وعن الصبى حتى يحتلم وعن المجنون حتى يعقل أخرجه أبو داود والترمذي
Artinya: “Ketika ditanyakan, kenapa wajib atas anak kecil membayar denda untuk mengganti barang-barang yang dirusaknya, dan ulama’ sungguh telah berkata bahwa pena (qolam) catatan amal diangkat dari anak kecil? Maka jawabannya, bahwa pena (qolam) catatan amal itu ada tiga: (1) Qolam tsawab: catatan pahala. (2) Qolam ‘iqob: catatan siksaan. (3) Qolam mutlafat: catatan perusakan (barang-barang yang dirusak). Qolam tsawab ditulis bagi anak kecil. Qolam ‘iqob diangkat dari anak kecil (tidak dicatat). Qolam mutlafat ditulis atas anak kecil, termasuk diyat. Begitu pula orang gila dan orang tidur, hanya saja Qolam tsawab dan ‘iqob diangkat dari mereka berdua. Qishos dan Had tidak wajib atas mereka bertiga, karena tidak ada ketetapan hukum. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Qolam diangkat dari tiga orang: Orang tidur hingga bangun, anak kecil hingga baligh, dan orang gila hingga sadar (berakal),’ riwayat Abu Daud dan Tirmidzi.”
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pahala atau dosa yang akan ditanggung oleh orang tuanya yaitu tergantung apakah amal ataupun maksiat yang dikerjakan si anak tersebut diajarkan oleh orang tuanya atau tidak.
Apabila si anak mendapatkan pengajaran tentang sholat dan baca Al-Qur’an dari orang tuanya, maka setiap kali anak itu melakukan sholat dan membaca Al-Qur’an, orang tuanya pun akan mendapatkan pahalanya semenjak anaknya melakukan ibadah tersebut.
Kemudian, jika orang tuanya mengajarkan keburukan, baik disengaja maupun tidak, semisal mengucapkan kata-kata keji, lalu dicontoh sama anaknya, maka ketika anak tersebut sudah baligh dan berkata-kata keji, dosanya pun akan mengalir kepadanya dan orang tuanya.
BACA JUGA: 2 Strategi Membangun Minat Anak Berpuasa Ramadhan, Simak
Bolehkah Berniat agar Dapat Pahala Lewat Ibadah Anak
Orang-orang dahulu seringkali berniat agar dosa yang dilakukan anaknya tidak sampai kepadanya, apakah hal ini dibolehkan oleh syariat?
Syariat Islam telah mengatur semua urusan umatnya, termasuk dalam hal pencatatan amal. Dijelaskan oleh Ustadz Ahmad Bayu ketika tanya jawab di komunitas Tsirwah Indonesia bahwa, “berazam seperti itu boleh-boleh saja, akan tetapi itu tidak berpengaruh.”
Dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 164 berikut ini:
وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ اِلَّا عَلَيْهَاۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰىۚ
Artinya: “Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain.”
Jadi, meskipun orang tua niat atau azam agar semua pahala kebaikan yang dilakukan anaknya tersampaikan kepadanya atau dosa dari maksiat yang dikerjakan oleh anaknya tidak disampaikan kepadanya, hal itu tidak berpengaruh sama sekali.
Pencatatan amal seperti ini sudah tidak dapat diganggu gugat, meskipun orang tua mau atau tidak mau pun. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam berikut ini:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Artinya: “Barang siapa mengajak kepada petunjuk, maka ia akan mendapat pahala sebanyak pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun,” (HR Muslim).
Kesimpulan
Pahala atau dosa yang akan didapatkan orang tua adalah tergantung apakah amal ataupun maksiat yang dikerjakan si anak tersebut diajarkan oleh orang tuanya atau tidak. Apabila belum baligh, keburukan anak dosanya tidak sampai kepada orang tua, hingga anak tersebut baligh. Sedangkan, kebaikan anak meski sejak kecil pahalanya sudah sampai kepada orang tuanya.
Wallohu A’lam
Oleh Founder Ayatina