Hikmah & WawasanKesehatan

Ruqyah: Pengobatan Medis dan Nonmedis, Simak Selengkapnya

AYATINA – Melansir dari islam.nu.or.id, ruqyah adalah praktik pengobatan dengan ayat-ayat Al-Quran, doa, dan dzikir khusus untuk menyembuhkan orang yang memiliki keluhan penyakit medis ataupun nonmedis.

Dalil praktik pengobatan ini terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 82 sebagai berikut:

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْاٰنِ مَا هُوَ شِفَاۤءٌ وَّرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَۙ وَلَا يَزِيْدُ الظّٰلِمِيْنَ اِلَّا خَسَارً

Artinya: “Kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.”

Ayat ini menjelaskan bahwa Al-Qur’an dapat menjadi obat bagi orang-orang yang beriman. Imam Fakhruddin ar-Razi dalam tafsirnya menyampaikan, kata syifa pada ayat di atas menunjukkan bahwa Al-Qur’an dapat menjadi penyembuh penyakit fisik dan jiwa.

Lebih tegas, Ar-Razi mengatakan: “Jika mayoritas filsuf dan ahli pembuat jimat saja bisa menyembuhkan dengan bacaan-bacaan selain Al-Qur’an, maka jelas Al-Qur’an lebih manjur karena sudah mendapat legalitas teologis.”

BACA JUGA: Terapi Kesehatan Mental: 3 Pengobatan Modern dan Spiritualitas

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَن لَم يَستَشفِ بِالقُرآنِ فَلَا شَفَاهُ اللّهُ

Artinya: “Siapapun yang tidak (mencari) kesembuhan dengan Al-Qur’an, maka Allah tidak akan memberikan kesembuhan baginya.” 

Imam Al-Qurtubhi, menyebutkan dalam tafsirnya kata syifa  juga memiliki arti obat bagi penyakit medis dengan metode ruqyah atau meminta perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Berdasarkan pada hadits berikut:

حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ , أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ سَرِيَّةً عَلَيْهَا أَبُو سَعِيدٍ فَمَرَّ بِقَرْيَةٍ فَإِذَا مَلِكُ الْقَرْيَةِ لَدِيغٌ , فَسَأَلْنَاهُمْ طَعَامًا فَلَمْ يُطْعِمُونَا وَلَمْ يُنْزِلُونَا , فَمَرَّ بِنَا رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْقَرْيَةِ. فَقَالَ: يَا مَعْشَرَ الْعَرَبِ هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ يُحْسِنُ أَنْ يَرْقِيَ؟ إِنَّ الْمَلِكَ يَمُوتُ , قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: فَأَتَيْتُهُ فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ فَأَفَاقَ وَبَرَأَ , فَبَعَثَ إِلَيْنَا بِالنُّزُلِ وَبَعَثَ إِلَيْنَا بِالشَّاءِ , فَأَكَلْنَا الطَّعَامَ أَنَا وَأَصْحَابِي وَأَبَوْا أَنْ يَأْكُلُوا مِنَ الْغَنَمِ حَتَّى أَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ الْخَبَرَ , فَقَالَ: «وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ؟» قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ شَيْءٌ أُلْقِيَ فِي رَوْعِي , قَالَ: فَكُلُوا وَأَطْعِمُونَا مِنَ الْغَنَمِ

Artinya: “Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu telah menceritakan kami bahwa Rasulullah SAW pernah mengutus sekelompok pasukan dan Abu Sa’id berada bersama mereka. Pasukan itu kemudian melewati sebuah perkampungan. Ketika itu pemimpin kampung itu digigit hewan melata. Kami lalu meminta makanan kepada mereka, namun mereka enggan memberinya dan tidak menyuruh kami singgah. Tak lama kemudian salah seorang penduduk kampung tersebut melewati kami dan berkata, ‘Wahai sekalian orang Arab, apakah di antara kalian ada yang pandai meruqyah? Karena pemimpin kami hampir mati.’ Abu Sa’id berkata, ‘Aku lalu mendatanginya dan membacakan surah Al-Fatihah kepadanya. Akhirnya, ia siuman dan sembuh.’ Ia lalu memberi kami persinggahan dan beberapa ekor domba. Setelah itu, kami menyantap makanannya, namun mereka enggan memakan domba tersebut. Ketika kami sampai kepada Rasulullah SAW, aku menceritakan hal tersebut kepadanya. Mendengar itu, beliau berkata: ‘Apa yang membuatmu tahu bahwa ia adalah ruqyah?’Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, ada sesuatu (ilham) yang dibesitkan di hatiku.’ Beliau bersabda: ‘Kalau begitu makanlah dan berilah kami makan dari domba tersebut’,” (HR Ad-Daraquthni).

Berdasarkan ayat Al-Qur’an dan hadits di atas, maka praktik ruqyah benar dalam Islam dan masih banyak lagi ayat dan hadits yang menjadi dasar terkait keabsahan ruqyah.

Sejumlah ulama bahkan menulis kitab khusus untuk menjelaskan metode pengobatan ini secara komprehensif seperti kitab ensiklopedis berjudul Mawsu’atur Ruqiyah fi ‘Ilajis Sihri wa Tahardil Jinni wasy Syayathi karya Abul Barra’ Usamah bin Yasin al-Ma’ani. 

Adapun jika ada masyarakat yang melakukan praktik ruqyah tapi tidak menggunakan Al-Qur’an dan hadits, melainkan bacaan-bacaan khusus. Seperti pengobatan menggunakan dzikir-dzikir asma suryani, yaitu bahasa-bahasa kuno dalam pengobatan hikmah. Berikut pemaparan Ibnu Hajar dalam Al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra, juz I, halaman 37:

وحيث كان في الرقية اسم سريانيّ مثلاً لم يجز استعمالها قراءة ولا كتابة، إلا إن قال أحد من أهل العلم الموثوق بهم: إن مدلول ذلك الاسم معنى جائز؛ لأنّ تلك الأسماء المجهولة المعنى قد تكون دالة على كفر أو محرم، كما صرّح به أئمتنا، فلذلك حرموها قبل علم معناها

Artinya: “Jika dalam praktik ruqyah seumpama terdapat asma suryani, maka tidak boleh membaca dan menuliskannya kecuali sudah mendapat legalitas dari orang yang kompeten di bidangnya. Sebab, asma-asma yang artinya tidak diketahui terkadang bisa mengarah pada kekufuran atau keharaman. Demikian menurut imam-imam kami. Sebab itu, para ulama, mengharamkannya sebelum tahu maknanya.”

Seseorang harus berhati-hati dengan pengobatan yang menggunakan dzikir-dzikir yang tidak kita ketahui artinya dan tidak pernah Rasululullah SAW ajarkan. Baiknya mempunyai guru dan sanad yang jelas.

Kesimpulannya adalah pengobatan menggunakan praktik ruqyah boleh dilakukan selama tidak menyalahi syariat agama Islam.

Tidak kalah penting, praktisi maupun pasien ruqyah harus meyakini bahwa kesembuhan hanya dari Allah semata. Semoga ilmu ini bermanfaat, aamiin ya rabbal ‘alamin.

Wallohu A’lam
Oleh Indah Permatasari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *