Hikmah & WawasanMuslimah

Trend Pacaran Syar’i ala Anak Millennial, Begini Rupanya

AYATINA – Pacaran pada anak muda lumrah ditemukan. Ternyata, hal ini sudah tidak asing bagi kalangan anak muda yang baru hijrahPacaran syar’i yang dimaksud adalah pacaran setelah menikah.

Salah satu contoh influencer yang terkenal akan pacaran setelah menikah adalah pasangan Rey Mbayang dan Dinda Hauw, Taqy Malik dan Sherel Talib, serta Gus Zizan, dan Kamila Asy Syifa.

Tapi, kali ini yang akan penulis bahas adalah bagaimana proses pernikahan terjadi melalui proses taaruf hingga khitbah.

Sebelum menikah, tentunya masing-masing pribadi akan memilih kriteria calon pasangan melalui proses yang bernama taaruf.

Proses mengenal calon pasangan melalui taaruf sangat berbeda dengan pacaran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menganjurkna ta’aruf bagi setiap orang yang akan menikah.

Melansir dari kompasiana.com, perbedaan antara taaruf dan pacaran dilihat dari segi tujuan dan manfaat. Sedangkan, taaruf bertujuan untuk mengetahui kriteria calon pasangannya.

Jangan takut tidak mendapatkan jodoh hanya karena tidak pacaran. Allah subhanahu wa ta’ala telah mempersiapkan pasangan seseorang sebagaimana penjelasan dalam Al-Quran surat Adz-Dzariyat ayat 49:

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

Artinya: “Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah).”

Allah SWT menjanjikan bahwa manusia diciptakan berpasang-pasangan. Sebagaimana dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 13 bahwa manusia itu diciptakan berpasang-pasangan, berbangsa-bangsa, bersuku-suku agar saling mengenal.

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti”.

Melansir dari orami.co.id, adapun proses taaruf, yaitu:

Proses taaruf yang pertama adalah menemui kedua orang tua calon pasangan untuk menyampaikan niat baiknya. Jadi, bukan mendekati lawan jenis atau pacaran.

Proses selanjutnya adalah saling bertukar biodata atau curriculum vitae taaruf melalui perantara pihak ketiga.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui latar belakang dan kriteria calon pasangan, atau dapat juga bertanya langsung kepada orang terdekat maupun pihak ketiga calon pasangan.

BACA JUGA: Zina di Era Modern yang Paling Sering Dilakukan, Berikut

Dalam proses ini, kedua calon pasangan tidak dianjurkan untuk sering bertukar pesan, cukup mengenali dengan biodata taaruf. Jika permohonan taaruf diterima, selanjutnya mahram calon pasangan mempertemukan kedua calon pasangan.

Bertemu dengan calon pasangan tidak boleh, jika tanpa mahram. Sebagaimana dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda:

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّوَمَعَهاَذُو مَحْرَمٍ

Artinya: “Janganlah seorang laki-laki itu berkhalwat (menyendiri) dengan seorang wanita kecuali ada mahram yang menyertai wanita tersebut,” (HR Bukhari dan Muslim).

Ketika bertemu calon pasangan, keduanya dapat menjaga pandangan dan menutup aurat.

Khusus untuk laki-laki, wajib menjaga pandangan dari yang bukan mahramnya. Sebagaimana dalam Al-Quran surat An-Nur ayat 30:

قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ ذٰلِكَ اَزْكٰى لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا يَصْنَعُوْنَ

Artinya: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya. Demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang mereka perbuat.”

Sedangkan untuk perempuan, wajib untuk menutup aurat dari yang bukan mahramnya dan tidak memperlihatkan perhiasannya. Sebagaimana dalam Al-Quran surat An-Nur ayat 31:

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya: “Katakanlah kepada para perempuan yang beriman, hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Semestinya pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”

Seorang laki-laki dapat memberikan hadiah kepada calon istrinya. Hadiah tersebut sepenuhnya milik perempuannya.

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا كَانَ مِنْ صَدَاقٍ أَوْ حِبَاءٍ أَوْ هِبَةٍ قَبْلَ عِصْمَةِ النِّكَاحِ فَهُوَ لَهَا وَمَا كَانَ بَعْدَ عِصْمَةِ النِّكَاحِ فَهُوَ لِمَنْ أُعْطِيَهُ أَوْ حُبِيَ وَأَحَقُّ مَا يُكْرَمُ الرَّجُلُ بِهِ ابْنَتُهُ أَوْ أُخْتُهُ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib berkata: ‘Telah menceritakan kepada kami Abu Khalid dari Ibnu Juraij dari Amru bin Syu’aib dari Bapaknya dari Kakeknya ia berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Mahar, hadiah atau hibah yang diberikan sebelum akad nikah, maka itu semua adalah miliknya (istri). Namun, jika diberikan setelah akad nikah, maka itu semua adalah milik orang yang diberi, dan yang paling berhak untuk perioritaskan adalah anak perempuan atau saudara perempuannya,” (HR Sunan Ibnu Majah).

Selanjutnya yang perlu seseorang lakukan adalah menetapkan waktu untuk khtibah dan akad. Sebaiknya, jarak antara khtibah dan akad tidak terlampau jauh. Idealnya, sekitar satu hingga tiga minggu.

Setelah seluruh rangkaian terlaksana, kedua calon pasangan hendaknya meluruskan niatnya, yaitu niat untuk menikah adalah sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah SWT.

Pacaran syar’i yang sering anak-anak millennial sebut adalah pacaran setelah nikah. Artinya, menikah terlebih dahulu baru berperilaku dan bersikap layaknya orang pacaran, lebih tepatnya hubungan romantis suami dan istri.

Wallohu A’lam
Oleh Indah Permatasari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *